Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme
Hukum Indonesia
Apa itu sistem hukum?
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa merujuk pengertian yang dikemukakan oleh Abdul Jamali yang menyatakan sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur secara keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang terkait satu dengan yang lain. Jadi, dalam satu sistem itu ada subsistem dimana, subsistem ini saling berkaitan satu dengan yang lain, yang tidak bisa dipisahkan dan tersusun menurut satu rencana atau pola untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sebuah sistem ini memang ditata dan diatur sedemikian rupa, maka ketika ada ketimpangan di dalam satu subsistem saja hal itu akan mempengaruhi subsistem-subsistem yang lain sehingga sistem hukum ini diupayakan untuk berkesinambungan untuk mencapai suatu tertib tertib hukum.
Hukum sendiri merupakan suatu sistem artinya bahwa hukum itu adalah aturan-aturan yang hidup dimasyarakat dan suatu susunan yang terdiri dari bagian-bagian atau subsistem didalam hukum dimana, Subsistem ini saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain dan merupakan komponen yang saling berhubungan dan mengalami ketergantungan sehingga semuanya dari suatu sistem dan subsistem itu membentuk suatu organisasi dimana, organisasi itu saling berintegrasi. Di dunia Ini sebenarnya ada bermacam-macam sistem hukum yang kita kenal, sekurang-kurangnya ada lima sistem hukum yang dikenal di dunia sekarang ini yaitu :
- Sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law
- Sistem hukum Anglo-Saxon atau Common Law
- Sistem hukum Adat atau Customary Law
- Sistem hukum Islam atau Islamic Law System
- Sistem hukum Sosialis
- Sistem hukum Komunis
Apa itu sistem hukum Eropa
kontinental atau civil law?
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa sistem ini sebenarnya berkembang di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Itali, dan sebagainya dan sitem hukum Eropa kontinental ini bersumber pada hukum Romawi seperti “corpus juris civilis” yang selanjutnya dijadikan dasar dalam kodifikasi hukum di Eropa.
Prinsip
utama dari sistem hukum Eropa continental adalah bahwa hukum memperoleh
kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Jadi,
hukum tertulis sangat sangat penting di dalam sistem Eropa kontinental karena
hukum adalah sistem Eropa kontinental itu identik dengan undang-undang. Oleh karena
itu, sangat penting di dalam sistem hukum Eropa kontinental untuk melakukan
kodifikasi atau kompilasi sebuah peraturan perundang-undangan. Tujuan utama
dari sistem hukum ini adalah kepastian hukum dan kepastian hukum ini akan apabila
peraturan yang yang dibuat di dalam bentuk hukum yang tertulis itu ditaati dan
dijalankan oleh masyarakat dan ditegakkan oleh penegak hukum.
Berdasarkan
sistem hukum Eropa kontinental konsekuensinya hakim menjadi tidak leluasa, hakim ini
merupakan corong undang-undang. Jadi, apa yang ditulis di dalam undang-undang
itulah yang diterapkan oleh Hakim, tidak keluar dari norma-norma hukum tertulis.
Hakim bukan “Judge made Law” Hakim bukanlah pembuat undang-undang tetapi, Hakim
hanya sebagai pelaksana atau lembaga
penegak hukum yang ditulis. Oleh karena itu, wajar jika ada pandangan bahwa hakim-hakim
di Indonesia itu tidak terikat terhadap yurisprudensi karena Hakim hanya
terikat oleh undang-undang sementara yusrisprudensi boleh dirujuk oleh Hakim di
dalam memutus perkara yang serupa atau yang memiliki kemiripan. Tetapi, boleh
juga jurisprudensi itu tidak dirujuk oleh Hakim karena yurisprudensi atau putusan pengadilan ini sudah melalui proses
yang cukup lengkap atau detail dan kecermatan yang tinggi.
Apabila
Mahkamah Agung yang sebagai Judex Jurist (Putusan tingkat kasasi yang hanya
memeriksa penerapan hukumnya) memutus suatu perkara dimana, putusan itu
merupakan suatu putusan yang fenomenal maka tentunya akan sangat disarankan apabila
hakim-hakim di pengadilan-pengadilan yang berada di bawah bahwa kekuasaan
kehakiman, di bawah jajaran Mahkamah Agung itu juga mengikuti yurisprudensi tetap
yang sudah pernah diputus oleh Mahkamah Agung sehingga lebih menjamin kepastian
hukum, kalau memang yang dituju adalah kepastian hukum tetapi, cukup ironis di
Indonesia selalu hakim mengatakan “saya tidak terikat terhadap yursiprudensi”.
Bahkan, ada banyak perkara-perkara yang karena yurisprudensi tidak diikuti
maka, disparitas putusan itu menjadi sangat tinggi, perkara serupa bisa sanksinya
sangat jauh berbeda, hal ini justru menimbulkan ketidakpastian hukum.
Apa itu sistem hukum anglo-saxon?
Berdasarkan videon Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa sistem hukum anglo-saxon atau common Law biasanya sangat diberlakukan di negara-negara Anglo-Amerika, sistme ini mulai berkembang di Inggris pada abad ke-11, kemudian berkembang di negara-negara Amerika Utara, beberapa negara Asia, Australia yang termasuk dalam persemakmuran, Amerika Serikat sendiri juga menerapkan common law system karena Amerika juga jajahan Inggris. Sumber hukum yang utama di dalam sistem ini adalah putusan-putusan pengadilan, putusan-putusan Hakim ini diwujudkan atau mewujudkan tidak hanya aspek kepastian hukum tetapi, aspek keadilan dan kemanfaatan sehingga putusan-putusan pengadilan itu mengikat sebagai hukum bagi hakim-hakim lain ketika memutus perkara yang serupa.
Sumber-sumber hukum di dalam sistem Common Law antara lain adalah putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan-peraturan administrasi negara sehingga ke ini cukup berbeda dengan sistem Eropa kontinental dimana, hukum-hukum tertulisnya itu sangat terkodifikasi tetapi, didalam common law systempun putusan pengadilan itu sangat terkodifikasi dengan sangat baik dan dengan sangat tertata, begitu juga dengan peraturan perundang-undangan karena sistim hukum yang dikelola di dalam negara-negara sistem ini sangat baik dan sangat rapi. Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan dengan Eropa continental, hakim di dalam common law system bersifat “Judge made Law” Hakim itu memiliki kewenangan untuk membuat hukum sedangkan, di Eropa continental hakim hanya bersifat menerapkan hukum yang sudah dibuat lembaga pembentuk Peraturan perundang-undangan sehingga di dalam common law system Hakim bisa menafsirkan yang menurut Hakim itu lebih adil dalam memeriksa atau memutus suatu. Oleh karena itu, di dalam di dalamcommon law system itu ada doktrin yang disebut dengan “ the doctrine of precedent” jadi doktrin ini menyatakan bahwa putusan hakim di dalam suatu perkara harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan sebelumnya tersebut sehingga perkara-perkara yang memiliki kesamaan atau memiliki karakteristik yang sama, kepastian hukumnya lebih terjamin dan masyarakat sudah bisa memprediksi apabila dia melanggar suatu peraturan perundang-undangan ia mengetahui keputusannya akan seperti apa, jadi kemungkinan hakim itu melenceng sangat kecil hal ini adalah kontrol hakim untuk subjektif dalam memutus suatu perkara.
Jadi, dalam perkembangan cammon law system ini apabila ada satu perkara atau suatu putusan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman maka, hakim bisa saja mengambil keputusan yang berbeda bendasarkan pada nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kebenaran dan akal sehat yang dimiliki oleh Hakim sehingga ada kasus-kasus tertentu yang memang rujukan untuk hakim-hakim lain untuk melihatnya apabila Precedent yang sebelumnya sudah tidak relevan lagi.
Apa itu sistem hukum adat?
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa sistem hukum adat sistem ini dikenal hanya dalam lingkungan kehidupan sosial suatu masyarakat dan hukum adat itu juga dikenal dalam masyarakat Indonesia dan negara-negara Asia lainnya karena sesungguhnya sistem hukum adat ini bersumber pada peraturan-peraturan yang tidak tertulis tetapi, sangat diyakini dan ditaati secara terus-menerus oleh masyarakat sehingga menjadi bagian dari tolok ukur suatu perbuatan itu bisa dikatakan sebagai perbuatan jahat atau tidak, perbuatan yang benar atau tidak. Itu sangat mempengaruhi kebiasaan atau adat-istiadat karena itulah maka, sistem hukum adat ini bersifat luas dan fleksibel atau tidak kaku.
Sama seperti Hukum Eropa kontinental, hukum adat mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat dari tahun ketahun. Tetapi, sistem Eropa kontinental sistemnya sangat kaku atau rigid, kita (masyarakat) dan hakim tidak bisa mengingkari apa yang ada di dalam undang-undang, meskipun undang-undang tersebut telah out of date atau ketinggalan zaman sampai undang-undang itu dilakukan perubahan oleh pembentuk undang-undang itu sendiri undang-undang, apabila undang-undang itu tidak mengalami perubahan maka, harus terus menjadi rujukan pengadilan, walaupun pengadilan itu sendiri berpandangan bahwa undang-undang tersebut sudah tidak relavan.
Contoh, undang-undang PNPS nomor 1 tahun 1965, saat situasi kondisi politik, sosial dan budaya pada tahun 1955, pada saat itu ada gerakan revolusi G30SPKI sehingga kondisi masyarakat pada saat itu sangat menentukan isi daripada undang-undang, seperti yang kita tahu bahwa sumber hukum materiil dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, politik, sosial dan budaya. Apakah undang-undang itu masih relevan dalam kondisi saat ini ketika konstitusi sudah menjamin sedemikian rupa perlindungan hak asasi manusia, namun masih terdapat perbedaan-perbedaan perlindungan antara agama-agama yang resmi dengan agama-agama tidak resmi, walaupun dalam kehidupan bermasyarakat saling memiliki hubungan yang baik apapun agamanya dan kepercayaannya, saling menghargai dan saling menghormati sehingga akan menjadi tidak relevan apabila negara menghukum kelompok-kelompok yang dianggap sebagai agama-agama yang tidak resmi atau pengikut agama-agama yang tidak resmi, dalam kondisi bernegara, negara memiliki kewajiban untuk melindungi siapapun dengan keyakinan apapun.
Hal
itu menjadi tantangan bagi Indonesia bagaimana kekauan dari hukum Eropa continental,
sistem hukum Eropa kontinental ini bisa diatasi dengan sifat
progresif dari penegak hukum karena itu adalah
salah satu jalan keluar ketika hukum sangat kaku, maka hakim-hakim sebagai penafsir undang-undang memiliki kewenangan yang cukup
baik dan cukup diakui dalam undang-undang kekuasaan kehakiman sehingga bisa menghadirkan putusan pengadilan yang lebih
pasti dan lebih mencerminkan keadilan dan kemanfaatan.
Apa itu sistem hukum Islam?
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa sistem hukum Islam adalah sistem hukum yang berdasarkan pada agama Islam, awal berkembang sistem ini pada masyarakat Arab yaitu, pada awal keberadaan agama Islam, sistem hukum Islam ini berkembang di negara-negara Asia Afrika bahkan di Eropa dan di Amerika sesuai dengan perkembangan agama Islam dan pembentukan-pembentukan negara yang berasaskan Agama Islam di Indonesia. walaupun mayoritas warga negaranya adalah muslim, memeluk agama Islam tetapi, Indonesia bukanlah negara Islam dan ini sangat jelas disebutkan didalam pasal 3 ayat 1 bahwa Indonesia adalah negara hukum jadi negara yang berdasarkan atas hukum bukan Negara agama atau negara yang berdasarkan atas agama tertentu karena Negara Indonesia sendiri menjunjung prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum dimana, ada banyak sila-sila yang mengilhami bahwa kebhinekaan itu harus tetap dijaga didalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Sistem hukum Islam ini diterapkannya di wilayah-wilayah negara tertentu di Republik Indonesia misalnya, di Aceh. Pada persoalan-persoalan yang privat seperti perkawinan, waris, adopsi, dan sebagainya. Mereka yang beragama Islam bisa menjalankan hukum Islam dalam menjalankan perkawinan, melakukan perbuatan hukum seperti waris mewaris, pengangkatan anak bisa merujuk pada hukum Islam dan di Indonesia ada kompilasi hukum Islam sebagai suatu sumber hukum dan juga pengadilan agama yang juga menjadi peradilan yang bisa ditempuh oleh umat muslim ketika menangani persoalan-persoalan tersebut,
Sumber hukum Islam sendiri :
- Al-quran
- As-sunnah
- Ijma
- Qiyaz
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa sistem hukum sosialis dan atau komunis, sistem ini dianut oleh negara-negara sosialis seperti Rusia, Republik Rakyat Cina, Korea Utara, Vietnam dan sebagainya. Sistem ini berdasarkan pada ajaran sosialis dan ajaran komunis sebagaimana diajarkan oleh tokoh-tokohnya seperti Karl Marx, Mosedan, Lenin dan lainnya. Dalam sistem ini yang paling kuat adalah kekuasaan negara yang sangat besar, dalam sistem sosialis negara mengatur hajat hidup orang banyak dan menguasai cabang-cabang ekonomi dan sebagainya.
Sistem hukum apa yang dianut oleh Indonesia ?
Berdasarkan video Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia oleh Cekli Setya Pratiwi, SH. LL. bahwa secara sejarah, Indonesia dikatakan cenderung mengarah pada sistem hukum Eropa kontinental karena merupakan jajahan negara Belanda (Hindia-Belanda), pada saat itu hukum Eropa kontinental yang diterapkan di seluruh wilayah hindia-belanda sehingga kecenderungan Indonesia untuk mengikuti sistem hukum Eropa kontinental itu sangat kuat, bukti Indonesia cenderung menganut sistem Eropa kontinental adalah Indonesia masih menggunakan kitab undang-undang hukum pidana yang lama yang merupakan peninggalan dari pemerintah kolonial Belanda, kitab hukum acara pidana, meskipun sampai saat ini hendak dirubah, namun sampai saat ini draft RUU KUHP belum disahkan dan diberlakukan hal ini berarti penggunaan sistem Hukum Eropa kontinental sangat kuat di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia termasuk penerapan burgerlijk wetboek, wetboek van koophandel meskipun, dalam beberapa persoalan ada revisi-revisi yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Kita juga mengadopsi sistem hukum common law, dilihat saat setelah
masa reformasi kita memberlakukan state of celery organ atau organ-organ
negara pembantu seperti Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Ombudsman Republik Indonesia, kompolnas dan lain-lain. Jadi, komisi-komisi pembantu
negara termasuk Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas anak, komisi-komisi pembantu
negara ini ada
pada tradisi common law system sehingga dapa disimpulkan bahwa Indonesia menganut
pluralisme dalam suatu sistem hukum.
Sistem
hukumnya sangat beragam termasuk sistem hukum Islam itu juga diterapkan di Indonesia
seperti dalam hal perkawinan, hak waris, adopsi anak, perceraian, umat Islam masih
tunduk terhadap hukum Islam dan siapapun yang menundukkan diri terhadap hukum
Islam. Maka, akan berlaku hukum Islam dan di wilayah-wilayah tertentu seperti
Aceh itu yang menerapkan hukum Islam artinya ada sistem hukum Islam yang
diadopsi.
Hukum
adat juga diadopsi dalam sistem hukum Indonesia. Contohnya, pengakuan hak
ulayat, sistem hukum nasionalpun mengadopsi hukum adat dan beberapa tempat
hukum adat itu masih kuat. Seperti yang ada wilayah di Bali menerapkan hukum adat
Tenganan dan masyarakat sangat patuh terhadap hukum adat tersebut.
Indonesia
juga mengadopsi sistem hukum sosialis, karena Indonesia menguasai hajat hidup orang banyak dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, negara memberikan bantuan sosial
subsidi gratis sekolah atau subsidi untuk pengobatannya dan lain-lain
sebagainya. Kesejahteraan itu menjadi utama rakyat bisa memenuhi kebutuhan
ekonomi, sosial dan budayanya karena perlindungan terhadap hak komunal itu juga
diutamakan dan ini merupakan khas adopsi dari sistem sosialis
Jadi,
mungkin di negara-negara lain tidak bisa dihindari bahwa negara-negara akan mengambil
sisi positif dari sistem-sistem hukum yang ada dan sangat murni pada suatu sistem, dalam hal ini kecenderungan
negara kemudian saling belajar dari negara-negara lain yang kemudian diadopsi
ke dalam satu sistem.
Sumber referensi:
Seri: Pengantar Hukum Indonesia, Episode: Sistem Hukum Dunia dan Pluralisme Hukum Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar